Etnis Bermedia Sosial

  Literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Kompetensi pada dunia digital terbagi menjadi empat area kompetensi yang terdiri dari Digital Skills, Digital Culture, Digital Ethics dan Digital Safety. Digital Skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Digital Culture merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Digital Ethics adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Digital Safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.



Dalam beraktivitas di internet, terdapat etika dan etiket yang perlu diikuti oleh pengguna. Keduanya wajib dipahami, ditaati, dan dilaksanakan oleh pengguna selama mengakses layanan internet. Etika didefinisikan sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Berbeda dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat. Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun individu sendirian. Hal lain yang membedakan etika dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis, misal kode etik Jurnalistik, sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi).

Sama seperti halnya sebuah komunitas, forum digital juga mempunyai aturan dan tata tertib tertentu, dimana aturan ini menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas internet. Di dunia digital kita juga mengenal etiket berinternet atau yang lebih dikenal dengan Netiket (Network Etiquette) yaitu tata krama dalam menggunakan Internet. Hal paling mendasar dari netiket adalah kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya. Untuk seterusnya, tulisan ini hanya berfokus pada etiket berinternet. Seperti yang kita ketahui tantangan dalam penerapan netiket sangatlah besar, karena etiket lebih erat kaitannya dengan kepribadian kita masing-masing, jadi tidak semua pengguna internet mentaati aturan tersebut. Namun sebenarnya, netiket bukanlah hal yang kompleks, asalkan logika dan common sense kita berjalan lancar, kita tidak akan kesulitan menerapkannya karena netiket berasal dari hal yang umum dan biasa yang layaknya kita lakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Netiket ini juga erat kaitannya dengan penguasaan soft skill literasi digital yang merupakan bagian dari pengembangan diri yang harus kita miliki. Literasi digital adalah sebuah konsep yang mengarah pada mediasi antara Etika Berinternet 1. Jangan menggunakan huruf besar/ kapital. 2. Apabila mengutip dari internet, kutiplah seperlunya 3. Memperlakukan email sebagai pesan pribadi 4. Berhati-hati dalam melanjutkan email ke orang lain 5. Biasakan menggunakan format plain text dan jangan sembarangan menggunakan Html. 6. Jangan kirim file berukuran besar melalui attachment tanpa izin terlebih dahulu dari penerima pesan Etiket Berinternet1. Menulis email dengan ejaan yang benar dan kalimat sopan 2. Tidak menggunakan huruf kapital semua 3. Membiasakan menuliskan subject email untuk mempermudah penerima pesan; 4. Menggunakan BCC (Blind Carbon Copy) bukannya CC (Carbon Copy) untuk menghindari tersebarnya email milik orang lain 5. Tidak mengirim email berupa spam, surat berantai, surat promosi dan surat lainnya yang tidak berhubungan dengan mailing list 6. Menghargai hak cipta orang lain 7. Menghargai privasi orang lain 8. Jangan menggunakan kata-kata jorok dan vulgar.20 teknologi dengan khalayak atau user untuk mempraktekkan teknologi digital secara produktif. Pengguna media digital memiliki kemampuan untuk menciptakan dan memberlakukan aturan dan tata krama di internet (netiket), panduan tentang sikap yang sesuai atau yang melanggar netiket, pengetahuan dan pengalaman berinteraksi dan bertransaksi di dunia digital, serta pengetahuan melakukan evaluasi etika digital.

Kompetensi memverifikasi merupakan salah satu skill yang juga harus kita miliki karena berkaitan dengan kejelasan dan kebenaran dari sebuah informasi agar terhindar dari luapan informasi di media digital. Dengan melakukan tabayyun (jelas) maka kita terhindar dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Caranya adalah dengan melakukan Cek dan Ricek. Kalau informasi yang kita baca bernada ujaran kebencian dan tidak etis kita bisa langsung mencurigai berita tersebut. Teliti terlebih dahulu siapa yang menyampaikan informasi dengan cara mengecek sumber beritanya di Google News. Kita bisa memeriksa apakah informasi tersebut diberitakan oleh media yang dapat dipercaya, apabila tidak dapat divalidasi oleh sumber resmi yang lain, kemungkinan besar berita itu palsu. Kemudian cek apakah gambar sesuai dengan konteks di Google Images. Kita bisa menelusuri gambar yang kita dapat melalui Google Images. Gambar tersebut akan dicari di database untuk melihat apakah sudah pernah muncul di internet, kapan beredarnya, konteks kemunculannya, dan apakah gambar itu diselewengkan dari tujuan aslinya. Selanjutnya verifikasi topik pesan lewat Fact Check Tools. Kalau kita curiga tentang keabsahan sebuah topik, gunakan Fact Check Explorer, di sini kita bisa menelusuri dan memverifikasi topik tertentu yang kita curigai. Telusuri referensi artikelnya. Berita palsu memakai judul yang sensasional dan terkadang tidak etis untuk menarik perhatian pembaca. Tapi kalau kita teliti seringkali detailnya informasi di dalamnya tidak konsisten dengan judulnya. Lalu yang terakhir perhatikan URL nya karena terdapat beberapa situs yang mirip dengan nama sebuah web, atau alamatnya mirip dengan media mainstream padahal sama sekali tidak ada hubungan diantara keduanya.

Konten negatif yang membarengi perkembangan dunia digital tentu menyasar para pengguna internet, termasuk di Indonesia. Konten negatif atau konten ilegal di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah melalui UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE)dijelaskan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna. Selain itu, konten negatif juga diartikan sebagai substansi yang mengarah pada penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan. Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya yang memiliki kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA).



Salah satu konten negatif yang mendapat perhatian adalah hoaks. Hoaks, sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita. Kata ini sangat populer belakangan ini di Indonesia. Berbagai peristiwa besar sering diiringi oleh kemunculan hoaks, misalnya seperti peristiwa politik, bencana alam, ekonomi, sosial dan kesehatan.

Cyberbullying, kata tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai perundungan di dunia maya. Pengertiannya, tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan menggunakan media digital. Tindakan ini bisa dilakukan terus menerus oleh yang bersangkutan (UNICEF, n.d.). Korbannya bisa mengalami depresi mental. Bentuk perundungan ini dapat berupa doxing (membagikan data personal seseorang ke dunia maya); cyberstalking (mengintip dan memata-matai seseorang di dunia maya); dan revenge porn (membalas dendam melalui penyebaran foto/video intim/vulgar 47 seseorang. Selain balas dendam, perundungan ini juga untuk memeras korban). Perundungan ini bisa memunculkan rasa takut si korban, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik di dunia nyata/offline.

Pengertian ujaran kebencian atau hate speech adalah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut

Dari beberapa kejahatan internet diatas, tentu kita harus mencegahnya. Kita melakukan cross check untuk menguji kebenaran suatu informasi. Langkah verifikasi akan mengurangi resiko menjadi korban dari konten negatif. Kita menguji kebenarannya dengan mencari informasi dari sumber-sumber lain yang kredibel. Sumber yang kredibel adalah yang memiliki rekam jejak yang baik, memiliki keahlian di bidangnya, dan kita ketahui tidak memiliki bias kepentingan. Kompetensi ini sebenarnya menunjukkan bahwa kita adalah pemain aktif dalam mengelola informasi. Kita tidak mau menelan mentah-mentah berbagai informasi yang kita peroleh. Upaya verifikasi ini dilakukan karena secara mendasar ada dorongan dari diri kita sendiri untuk mengkonsumsi informasi yang benar dan memberi manfaat bagi kita, bukan informasi bohong, penipuan, mengandung unsur kejahatan, atau menjebak kita.

Proses interaksi yang terjadi di media sosial ini merupakan bagian dari komunikasi sosial, bahkan semakin kompleks dan dapat menimbulkan masalah jika tidak dikelola dengan baik. Permasalahan yang biasanya muncul terkait dengan privasi, hak cipta karya, pornografi, kekerasan online, dan isu etika lainnya. Misalnya, penggunaan foto unggahan dari pihak lain tanpa izin atau pengutipan yang tidak layak, opini yang merugikan, penyebaran video porno, dll. Khususnya yang saat ini sedang menjadi permasalahan utama di dunia internet Indonesia adalah terkait pembuatan dan penyebaran berita palsu atau hoaks. Interaksi merupakan proses komunikasi dua arah antar pengguna terkait mendiskusikan ide, topik, dan isu dalam ruang digital. Pada media digital, interaksi bersifat sosial. Hasil yang diharapkan adalah interaksi yang sehat dan menghangatkan seperti menjalin relasi atau 64 pertemanan pada umumnya.



Partisipasi merupakan proses terlibat aktif dalam berbagi data dan informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sedangkan, kolaborasi merupakan proses kerjasama antar pengguna untuk memecahkan masalah bersama. Kompetensi ini mengajak peserta untuk berinisiatif dan mendistribusikan informasi yang jujur, akurat, dan etis dengan bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

Sementara internet dan digital adalah ruang yang sangat luas. Manusia yang ada di dalamnya juga berasal dari berbagai kepentingan, dan kemampuan. Keragaman tersebut berpotensi menciptakan kekacauan psikologis dan sosial., Etika hadir sebagai seorang bijak yang mengingatkan kembali hakikat teknologi sebagai anugerah bagi manusia. Teknologi digital mesti disyukuri sebagai anugerah oleh karenanya dia harus digunakan untuk mengangkat derajat kemanusiaan. Bukan sebaliknya, menghancurkan derajat kemanusiaan itu sendiri. Etika digital yang telah dibahas dalam modul ini adalah suatu rekomendasi kepada semua saja yang ingin merayakan teknologi sekaligus mengangkat derajat kemanusiaan. Etika digital ditawarkan sebagai pedoman menggunakan berbagai platform digital secara sadar, tanggung jawab, berintegritas, dan menjunjung nilai-nilai kebajikan antar insan dalam 116 menghadirkan diri, kemudian berinteraksi, berpartisipasi, bertransaksi, dan berkolaborasi dengan menggunakan media digital.



(Ringkasan, dikutip dari modul Etis Bermedia Digital)

Comments

Popular posts from this blog

Latihan Bab 4

Isra Mi'raj SMP Labschool Jakarta